Kedudukan dan Kegunaan Semantik |
Dalam linguistik disebutkan bahwa objek penelitian makna bahasa juga memiliki satu tataran linguistik. Apabila istilah ini tetap dipakai maka harus diingat bahwa kedudukan tataran semantik dengan tataran fonologi, morfologi dan sintaksis itu tidak sama, sebab secara hierarkial satuan bahasa disebut wacana.[1]
Seperti yang dibangun oleh kalimat, satuan kalimat dibangun oleh klausa, satuan klausa dibangun oleh frase, satuan frase dibangun oleh kata, satuan kata dibangun oleh morfem, satuan morfem dibangun oleh fonem, dan satuan fonem dibangun oleh fon atau bunyi. Jadi, kedudukan semantik yang objeknya adalah makna berada di seluruh tataran bangun-membangun ini. Maka makna tersebut berada di dalam tataran fonologi, morfologi dan sintaksis. Sebab dia bukan satu tataran dalam arti unsur pembangun satuan lain yang lebih besar, melainkan suatu unsur yang berada pada semua tataran itumeskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.
Adapun kegunaan yang dapat diambil dari studi semantik tergantung dari bidang apa yang kita geluti sehari-hari. Contoh untuk seorang wartawan, mereka menggunakan semantik ini untuk memuahkannya dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum.
Adapun kegunaan dalam hal lain, seperti seorang mahasiswa, mereka menggunakan semantik dengan memberikan bekal teoritisnya agar dapat menganalisis bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang dipelajarinya. Sedangkan bagi seorang guru atau calon guru, ia juga akan memberikan kegunaan teoritis dan juga kegunaan praktis. Seorang guru harus mengetahui tentang bahasa yang akan disampaikan agar yang diajarkan dapat menerima dengan baik apa yang telah diajarkannya.
Selain beberapa uraian diatas, kegunaan semantik bagi masyarakat umum atau orang awam, yaitu tidak terlalu berpengaruh, namun tetap saja memerlukan ilmu semantik. Karena untuk memahami dunia di sekelilingnya yang penuh dengan informasi dan lalu lintas kebahasaan. Semakin banyak bahasa-bahasa baru yang harus mereka pahami maknanya. Tanpa mengetahui makna bahwa disekelilingnya akan sulit untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
Baca Juga: Sejarah Stilistika Barat dan Indonesia
1 Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), hlm. 284